Di Dusun
Muara, Siberut Selatan, Mentawai ada sebuah masjid yang berada di tengah pasar. Masjid
Al-Wahidin namanya. Bangunan masjid itu besar, catnya baru, dan masih terus
dipercantik. Terlihat peralatan pertukangan, bahan bangunan, pasir, dan besi di
sekitar masjid.
Masjid
Al-Wahidin merupakan salah satu dari tiga masjid yang ada di Dusun Muara. Ada
masjid lain di kompleks Islamic Centre, satu lagi berada sekitar lima ratus
meter dari masjid Al-Wahidin. Mungkin dua mesjid itu musala yang karena
jamaahnya banyak, maka ukurannya besar menyerupai masjid.
Musala
dan masjid di Indonesia dibedakan sesuai fungsinya. Hanya di masjid salat Jumat
dilaksanakan, tidak di musala. Jadi, semua jamaah musala dan masjid berkumpul
bersama di satu tempat utk salat Jumat sekali seminggu. Tempat itu di Muara,
Mentawai, adalah masjid Al-Wahidin. Penentuan masjid dan musala dilakukan
dengan musyawarah antarjamaah. Konon di Malaysia, masjid ditentukan oleh
pemerintah.
Masjid
Al-Wahidin sangat aktif dan ramai. Ada pengajian bapak2, tempat belajar mengaji
anak-anak (TPA), dan madrasah. Laporan kotak amal masjid juga tidak satu atau
dua sebagaimana lazimnya, tetapi lima. Ada laporan keuangan anak yatim,
madrasah, TPA, dakwah, dan mualaf. Yang terakhir ini tidak dipunyai setiap
masjid, namun bisa menjadi contoh baik.
Interaksi
yang terus-menerus masyarakat muslim dan bukan di Mentawai membuat perpindahan
agama, terutama menjadi muslim,lumrah terjadi. Hal tersebut menjadi alasan
kotak amal mualaf diberdayakan. Mualaf memang memiliki hak satu per tujuh dari
zakat yang terkumpul. Masa transisi ketika berpindah dari agama lama ke agama
Islam memerlukan bantuan dan uluran tangan. Salah satunya dalam bentuk dana.
Imam,
penceramah, dan pengurus harian mesjid Al-Wahidin semuanya anak muda. Mereka
cekatan, bersemangat, dan tahu yang dikerjakan. Imam masjid adalah anak muda
sekitar tiga puluhan dan berjanggut. Bacaanya fasih, lagunya mendayu-dayu.
Sering dia terisak saat membaca ayat. Beberapa kali ayat rakaat pertama
disambungnya pada rakaat kedua. Sepertinya dia hafiz.
Penceramah
agama juga anak muda. Mungkin berusia akhir dua puluhan. Ustaz muda ini
menerangkan hadis dengan baik. Bahasa Arabnya seperti orang Arab.
Pengetahuannya tentang matan hadis tidak kalah baiknya. Beberapa kali dia
menyebutkan nama ulama dan sahabat nabi lengkap dengan nasabnya. Nasab anak
Saad bin Abi Waqqash sampai ke Kilab dia hapal. Kilab juga leluhur Rasul.
Dua hadis
Bukhari tentang niat dijelaskannya dengan baik disertai dengan contoh, latar
belakang sejarah, dan aplikasinya di dunia modern. Dari bahasanya ketahuan,
ustaz muda itu bukan orang Mentawai atau Minang. Tidak pula berasal dari
sekitar Sumbar. Sepertinya dia berasal dari Jawa, tepatnya dari Jakarta dan
daerah sekelilingnya. Bisa juga dia lama belajar di sana.
Jamaah
masjid beragam. Anak kecil sampai kakek-kakek ada. Suara anak-anak yang sedang
mengaji dan bercanda di bagian belakang dan orang dewasa yg mengobrol atau
berzikir dengan lirih mewarnai suasana masjid usai salat jamaah. Jamaah
perempuan tidak terlihat. Kain pembatas yang melingkari ruangan mereka dibuat
tinggi tetapi indah. Suara mereka juga tidak terdengar. Ruangan masjid yg cukup
luas, sepertinya, meredam suara mereka.
Kegiatan
ibadah masjid Al-Wahidin yang ramai, masjid yang rapi, keuangan yang baik,
rasanya tidak terlepas dari peran anak2
muda yang mengurusi masjid itu. Imam, penceramah atau khatib dan pengurus
harian yang kesemuanya anak muda sangat memberi warna pada masjid. Kaum senior
mengawasi sebagai penasihat.
Kolaborasi
seperti hubungan ayah dan anak sangat ideal. Anak sebagai penerus tradisi dan
ayah sebagai pengawas. Ayah memberi arah anak menjalankan sesuai dengan
semangat zamannya. Anak yang terampil dan bersemangat biasanya memiliki ayah
yang berdisiplin dan berpengalaman.
Jika
setiap masjid dikelola sebagaimana masjid Al-Wahidin diberdayakan, rasanya
tidak akan ada masjid yang ditinggalkan jamaahnya. Tidak saja masjid menjadi
makmur. Fungsi masjid sebagai pusat kebudayaan akan sekaligus terwujud. Masjid
makmur, masyarakat subur.
Lepau Pak
Son, Muara Siberut, 08.40, 11 April 2019
Komentar
Posting Komentar