Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Penjual Pulpen Rabun

Dua kali sehari selama beberapa waktu saya melewati bapak yang duduk menghadapi sebuah tas kecil. Tas kecil itu berisi pulpen warna-warni bersusun berbaris-baris rapi. Beliau duduk sambil bersandar pada salah satu tiang penyangga jembatan terminal Trans Jakarta. Selalu di sana, tidak beringsut sedikit pun. Tas kecil berisi puluhan pulpen itu adalah semacam koper kecil. Kedua sisi dalam koper tersebut dirancang khusus untuk tempat pulpen2 dagangan. Pulpen itu dibariskan sesuai warnanya. Semuanya rapi dan indah karena berwarna-warni. Agar tidak berantakan, di bagian tengah deretan pulpen diikat dengan tali panjang dari ujung ke ujung lain. Setiap pulpen terbungkus plastik khusus agar tetap cantik dan tidak berdebu. Maklum, lapak si bapak berada persis di sisi sebelah dalam trotoar. Jalanan yg tidak pernah tidur rajin mengirim debunya hinggap ke mana saja dalam zonasinya. Pulpen-pulpen cantik si bapak tak terkecuali. Setelah beberapa kali melewati si bapak penjual pulpen say

Flyer atau Player?

player atau flyer? Salah seorang petugas Kemhub bernama Pak Udin diwawancarai TV One Agustus lalu. Beliau menjelaskan tentang penerapan rekayasa lalu lintas yg baru. Kata beliau," kami membagikan player untuk sosialisasi aturan genap ganjil yang baru". Saya mengernyitkan dahi. Kenapa pulak player yg harus dibagikan? Mungkin, dugaan saya, agar sosialisasi dapat terlaksana dengan cepat dan baik, para player  (mungkin maksudnya semacam  pelaksana)  akan dikerahkan ke berbegai tempat. Usaha yang bagus sekali. Tak lama berselang, kami disuguhi gambar petugas berbaju biru muda membagikan selebaran pada pengendara dan pejalan kaki. Ada takarir gambar yang menjelaskan tentang kegiatan itu. Beberapa kali kata "player" yg sama muncul, tapi tempat artikulasinya sudah bergeser dr bilabial /p/ ke labio-dental /f/, sehingga kami tahu jalan ceritanya. Yang dimaksud adalah flayer atau selebaran. Mungkin karena ingin menimbulkan reaksi tertentu dari pendengar,

Kashmir

Salah satu grup musik rock jadul yg saya sukai adalah Led Zep (Led Zeppelin). Di antara sekian banyak hitnya, ada satu lagu yg paling sering saya dengarkan. Lagu itu unik, musiknya tak umum, mirip-mirip musik kontemplasi. Iramanya monoton macam musik perang, tapi ditingkahi irama padang pasir, India, dan sebagainya. Warna suara vokalisnya yang melengking-lengking menyempurnakan keunikan lagu yg satu itu. Lagu Led Zep itu berjudul Kashmir, berkarakter balada dan bergenre rock progresif. Lirik lagu bercerita tentang perjalanan menembus lahan tandus dan gersang yang terinspirasi dari perjalanan grup band ke salah satu wilayah di utara Maroko. Bukan di utara India, tempat Kashmir berada. Musiknya kuat dan berwarna langka, mungkin karena ada unsur irama Timur Tengah dan Hindustan di sana. Di salah satu bait lirik lagu Kashmir, Robert Plant, sang vokalis tanpa sengaja melengkingkan peringatan: "They talk of days for which they sit and wait and all will be revealed"

Istanbul Universitesi

Pintu gerbang kampus Hal pertama yg dilakukan Sultan Ahmed Alfatih setelah menaklukkan Konstanstinopel, Juni 1453 adalah membangun rumah sakit dan sekolah.Rumah sakit untuk mengobati pasukannya dan pasukan musuh yang terluka. Sekolah untuk membangun negara. Kesehatan dan pendidikan   rupanya merupakan bisnis utama beliau. Medresa yang beliau bangun pada tahun yang sama dengan penaklukan Konstatinopel itu lalu berkembang menjadi universitas. Universitas tersebut bernama İstambul Üniversitesi atau Universitas Istanbul. Pada logo kampus itu tertera tahun 1453. Hanya berjarak beberapa saat saja setelah beliau menjatuhkan Konstatinopel. Logo kampus yang bertahun berdiri 1453 Pintu masuk kampus adalah ikon universitas. Gerbang itu mirip Barndenburg di Berlin tetapi lebih tua lagi. Bangunan menyerupai gerbang benteng itu adalah bangunan bersejarah sejak zaman Romawi yg dulu bernama Forum Tauri yang dibangun oleh Raja Constantine I. Kemudian, oleh Raja Theodosis I dibangun ke

Palu Arit Aeroflot

source: internationalairportreview.com Tahun 2010-an seorang kawan yg bekerja di biro perjalanan wisata kedatangan tamu dalam rombongan besar. Tamu itu satu keluarga besar pengusaha dari Rusia yang akan berlibur di Bali. Keluarga itu mencarter dua pesawat Aeroflot jenis Boeing 737. Namun nahas, ke dua pesawat Aeroflot itu, Garuda-nya Rusia, urung mendarat di Bali dan terpaksa melandaskan rodanya di Singapura. Otoritas Indonesia melarang keduanya masuk. Ukuran pesawat itu standar saja. Tidak lebih besar dari pesawat Garuda yang biasa ditumpangi jamaah haji, seperti Boeing 747-400 yg sudah diketanahkan (grounded ) . Selain itu, maskapai Rusia tadi tidak sedang mengangkut kargo berbahaya yang terlarang masuk ke bumi Indonesia. Pesawat itu juga steril dari bom atau ancaman teroris lain. Di manifes penumpang pesawat juga tidak tercatat nama-nama berbahaya macam Osama bin Laden atau Semion Mogilevich misalnya. Dan hubungan Indonesia dengan Rusia s