Dua kali
sehari selama beberapa waktu saya melewati bapak yang duduk menghadapi sebuah
tas kecil. Tas kecil itu berisi pulpen warna-warni bersusun berbaris-baris
rapi. Beliau duduk sambil bersandar pada salah satu tiang penyangga jembatan
terminal Trans Jakarta. Selalu di sana, tidak beringsut sedikit pun.
Tas kecil
berisi puluhan pulpen itu adalah semacam koper kecil. Kedua sisi dalam koper
tersebut dirancang khusus untuk tempat pulpen2 dagangan. Pulpen itu dibariskan
sesuai warnanya. Semuanya rapi dan indah karena berwarna-warni. Agar tidak
berantakan, di bagian tengah deretan pulpen diikat dengan tali panjang dari
ujung ke ujung lain.
Setiap
pulpen terbungkus plastik khusus agar tetap cantik dan tidak berdebu. Maklum,
lapak si bapak berada persis di sisi sebelah dalam trotoar. Jalanan yg tidak
pernah tidur rajin mengirim debunya hinggap ke mana saja dalam zonasinya.
Pulpen-pulpen cantik si bapak tak terkecuali.
Setelah
beberapa kali melewati si bapak penjual pulpen saya baru sadar bahwa pulpen yg
dijual bentuknya relatif sama. Perbedaan hanya pada warna dan tombol saja.
Perbedaannya samar, hampir tak terlihat. Semua pulpen terbuat dari logam dengan
beberapa bagian berwarna keemasan. Bagian tersebut ada di kepala pulpen,
pinggang, dan ujung runcingnya.
Melihat
bentuk dan warnanya, saya tahu bahwa pulpen-pulpen cantik itu adalah pulpen
suvenir yang biasa diberikan saat ada seminar dan sejenisnya. Biasanya di badan
pulpen cantik itu terukir judul seminar atau tulisan lain. Dulu, pulpen seperti
ini sangat disukai karena tidak umum dan mengingatkan pada momentum tertentu.
Selain di
tempat seminar pulpen itu biasa dijumpai di tempat wisata. Ada tulisan atau
gambar yang menandakan tempat di pulpen. Seminar dan tempat wisata seolah-olah
wajib menyediakan atau memberikannya kepada pengunjung. Penjualnya banyak dan
pulpen itu tersedia di mana2. Waktu kecil, Papi sering membawakan kami pulpen
serupa dengan grafiran acara yg baru
dikunjungi beliau berikut waktu dan tempat berlangsung.
Sekarang
semua berubah. Suvenir tempat wisata sudah lebih banyak dan beragam. Pulpen
logam warna-warni tidak lagi menjadi primadona. Tempat seminar, misalnya, yg
sering diadakan di hotel-hotel sudah menyediakan pulpennya sendiri dengan
bentuk yg lebih ringkas, gratis, dan unik agar mudah diingat. Tiada lagi pulpen
berat dari logam berkepala keemasan. Tidak pernah saya jumpai sampai saya
bertemu bapak penjual pulpen.
Setiap
melewati si bapak pagi dan sore, dua kali sehari, belum pernah saya lihat ada
yg melihat2 atau berhenti, alih-alih membeli. Tas itu selalu penuh dengan
pulpen logam warna-warni. Lengkap dari pojok kiri ke pojok kanan, dari ujung
atas ke ujung bawah. Komplit. Kepala si bapak biasanya menoleh ke kiri dan ke
kanan sambil menawarkan dagangannya dengan lirih dan gigih.
Pagi
kemarin, alhamdulilah, saya berkesempatan berhenti dan melihat2 pulpen si
bapak. Biasanya saya selalu ditegah jam masuk kantor yang ketat dan jadwal
kereta pulang yang tepat kecuali tadi pagi. Pulpen itu ada dua jenis, yg biasa dijual seharga Rp5.000, sedangkan yg bagus
seharga Rp7.000. Bahan pulpen membedakan harganya.
Setelah
menentukan pilihan dan menyomot pulpen yg diinginkan, saya menyodorkan uang
kertas. Bapak penjual mengambil pulpen dan berusaha mengelupaskan plastik
penutup pulpen. Beliau mau mengecek tinta pulpen. Saya menunggu. Beliau masih
berusaha melepaskan plastik. Tidak berhasil, si bapak mendekatkan matanya ke
plastik, dekat sekali seperti orang mengintip dan baru berhasil. Ternyata
beliau tidak dapat melihat dekat dengan baik.
Si bapak
penjual pulpen mewakili ribuan orang yang menekuni pekerjaanya dengan setia.
Mendatangi pagi dan mengawani mentari tanpa alpa sambil menunaikan SOP-nya
tanpa cela. Bersamanya ada penjual ranjang dan lemari keliling, penjual kapuk
dan kain kasur, tukang patri, penerjemah (berbantuan) komputer, penjual mesin
tik, dan banyak lagi.
...
Kemarin
sore dan tadi pagi si bapak penjual pulpen
yang rabun dekat sudah tidak tampak lagi. Tinggal tiang dan banyangan
beliau. Tidak ada yang merasa kehilangan. Yang ada, mungkin, satu dua orang
yang merasa jalanan tambah lapang. Bapak penjual pulpen entah ke mana. Bisa
saja dia mencari tiang lain untuk menggelar pulpen2 cantiknya atau mudah2an
mencari objek lain yang lebih muda dan lebih diminati daripada pulpen. Semoga
Komentar
Posting Komentar