Kepercayaan
mempersembahkan sesuatu ketika mendirikan bangunan dan semacamya sudah lama
dikenal dan dilakukan. Contoh paling mudah dalam membangun rumah, kita biasa
"mempersembahkan" setandan pisang, entah untuk siapa. Meskipun,
sering diperhalus dengan menjelaskan bahwa makna filosofisnya lebih kuat, tetap
saja unsur persembahan masih melekat.
Melalui
persembahan berupa setandan pisang, misalnya, secara filosofis dapat dimaknai
rezeki pemilik rumah akan banyak dan bermanfaat persis buah pisang. Bisa
juga dianggap sebagai harapan agar
dikaruniai anak banyak. Semakin besar bangunan, semakin besar pula
persembahannya. Dalam pembangunan gedung atau jembatan, persembahannya bahkan
tidak tanggung-tanggung.
Waktu
kecil saya sering diingatkan teman-teman untuk tidak bermain terlalu jauh atau
bermain sendiri pada waktu tertentu. Waktu itu biasanya pada saat pemasangan
pancang pembangunan jembatan atau gedung bertingkat.
Konon,
untuk memperkuat bangunan kepala anak-anak biasa dimasukkan dalam pondasi tiang
pancang untuk persembahan. Walaupun belum ada bukti, tapi anak-anak dan urang
tua waktu itu mengindahkan larangan tersebut. Entah karena percaya atau karena
alasan praktis saja: biar tidak susah mengawasi anak.
Kepercayaan memberikan persembahan untuk memperkuat bangunan tersebut ternyata tidak hanya ada di kampung kita. Di Turki, tepatnya di Istanbul ada waduk bawah tanah peninggalan Bizantium yg dibangun pada 537 Masehi yang diberi persembahan kepala dewi. Kepala dewi itu, Medusa namanya, dijadikan ganjal dua tunggak utama penyokong waduk itu. Waduk itu dinamai Basilika Cistern, sesuai nama bangunan di atasnya.
Kepala
Medusa yg diukir dengan indah itu dijadikan ganjal sepasang tiang penyangga.
Uniknya lagi, posisi kepala tersebut dibuat miring dan terbalik. Mungkin untuk
meluluhkan kesaktian matanya yg dapat membuat penatapnya berubah menjadi batu.
Posisi miring dan jungkir balik membuat mata Medusa tidak dapat ditatap dng
sempurna.
Entah
benar atau tidak cerita di atas, yang
pasti Basilica Cistern tersebut masih sangat kokoh smpai sekarang, 1.500
tahun kemudian, meskipun di atas, di sisi kanan dan kirinya telah berdiri
bangunan dan gedung modern laim. Entahlah... (AD)
Komentar
Posting Komentar