Di salah
satu Candi Ijo yang sedang direstorasi ada semacam perabot yang berada di
tengah ruang. Perabot itu berlubang di bagian pusatnya. Lubang itu berada tepat
di tengah sesuatu yang kalau dipatut-patut memang terlihat sesuai dengan
namanya: yoni. Yoni itu berpasangan
dengan lingga.
Lingga dan
yoni yang seringkali ditemukan di candi terutama candi pemujaan dewa Siwa
adalah visualisasi dari phallus dan
vagina. Pada umumnya pasangan itu digambarkan melalui simbolisasi. Lingga
salalu berbentuk batangan dan panjang dengan segala variasinya. Yoni melulu
berupa benda mendatar yang memiliki liang di pusatnya dengan segala variasinya
pula.
Tidak hanya
simbol. Di Candi Sukuh, lingga dan yoni divisualisasi dengan sangat identik.
Bahkan ada relief patung orang laki2 sedang memegang lingganya: dengan bangga.
Masih banyak visualisasi lingga dan yoni dalam berbagai wacana dan konteksnya
di berbagai candi. Semuanya berada dalam candi. Bangunan suci untuk memuja dewa
dewi.
Apa
kira-kira yang ingin disampaikan? Sementara, dalam budaya Timur, phallus dan
vagina adalah organ yang tabu dibicarakan. Terlarang dipertontonkan, apalagi
divisualisasi dengan sangat detil. Apatah lagi dalam tempat yang sakral dan
suci itu.
Candi memang
sakral dan suci karena di sana dewa-dewi dipuja. Phallus
serta pasangannya vagina, sejatinya, juga suci sehingga memang pada
tempatnya untuk disimbolisasi di sana. Keduanya sakral sesakral simbol
agama-agama lain. Bisa dibilang keduanya adalah semacam simbol liturgis, simbol
keagamaan, simbol kesalehan.
Yang membuat
lingga dan yoni tidak sakral, rendahan, hina, mesum, dan sebagainya adalah cara
pandang atau perspektif. Kita dengan rela menganut paham Barat tentang lingga
dan yoni serta aktivitas seputarnya. Barat mengenalkan aktivitas seksual hanya
sebagai kegiatan bersenang-senang, jasa, komoditas, dan sejenisnya sehingga
muruahnya jatuh berkeping-keping. Tak lebih berharga dari kotoran manusia.
Kamasutra
yang terkenal itu, ditulis oleh pendeta Buddha 2000 tahun lalu, adalah manual
dari pasangan lingga dan yoni. Keduanya merepresentasikan kehidupan dan proses
sakral yang menciptakannya serta penghormatan terhadap kehidupan. Karena
kehidupan itu suci proses penitisan dan media ciptanya juga suci dan sakral.
Dia harus ditempatkan di posisi mulia dengan cara yang terhormat dan
bermartabat sebagaimana halnya kehidupan itu sendiri.
Itu
sebenarnya yang mendasari budaya ketimuran terkait kegiatan seksual dan alat
reproduksi yang dikenal dengan lingga atau yoni. Budaya Timur bukan menabukan
tetapi menyakralkan. Meletakkannya di tempat sangat terhormat bersanding dengan
dewa-dewa. Lalu melembagakannya dalam institusi perkawinan. Itulah kenapa
perkawinan itu juga suci dan sakral. Jadi jangan bermain-main dengan lingga
atau yonimu! (AD)
Komentar
Posting Komentar