Saat diskusi
bedah buku Chairil Anwar Selasa (8/10/19) lalu salah seorang pembedah mengatakan, kira2
begini: puisi dan sajak merupakan
puncak-puncak dari hierarti berwacana
dan berdialektika manusia. Bentuk-bentuk yang singkat dan padat merupakan
ringkasan pergumulan dan pencerapan pemuisi atas isu yg merasukinya, demikian
penjelasannya.
Menarik juga
pendapat kawan tadi tentang puncak berpikir. Kita ambil contoh salah satu puisi
legendaris Chairil Anwar: Aku. Puisi itu dianggap sebagai jenis puisi baru
untuk masa itu. Pembaru karena, sekurang-kurangnya, ada semangat mengingkari
zamannya di puisi itu. Aku, kata pembedah tadi, mewakili "aku
ekstensial" yg kala itu baru merambahi horizon kecendekiaan Eropa. Hanya
bau-baunya yg memendar ke mana-mana, termasuk ke Indonesia.
Kalau benar
diskursus di atas tentang aku ekstensial yang diusung oleh sajak terkenal si
Binatang Jalang. Tak salah lagi, hal itu memerlukan penjelasan berjilid-jilid.
Butuh pematangan dari diskusi level debat kusir sampai cengkrama debat kasur.
Ia juga memerlukan durasi sepanjang masa untuk "digoreng" terus.
Termasuk kemarin: 76 tahun sejak ditulis.
Tidak
berbeda dengan segala jenis rumus dan teori yang dihasilkan mulai dari
pemikiran yang mendalam sampai tak sengaja. Masih ingat cerita Opung Archimedes
yg teriak-teriak macam orang kesurupan keliling kota Syracuse tanpa handuk
hanya gegara tidak sengaja menemukan yang kemudian dikenal dengan hukum Archimedes.
Konon, ilmu heuristik juga berasal dari teriakan sambil telanjang bulat
keliling kota beliau yang legendaris itu: eureka. Kata itu (heureka) berakar
kata sama dengan kata heuristik.
Segala jenis rumus dan teori tadi bentuknya singkat dan memerlukan penafsiran yg panjang, lama, dan selalu relatif. Teori Engkong Einstein, misalnya, yg diwakili dengan rumus E=mc2 yang terkenal itu. (Saking terkenalnya, sampai-sampai Dishub juga ikut-ikutan menggunakannnya). Rumus lima karakter itu ternyata mendudukkan diskusi panjang yang melibatkan banyak kepala besar selama bertahun-tahun tentang massa dan energi. Hanya lima karakter, tak lebih: betapa saktinya.
Akhirnya,
saya setuju bahwa puisi dan sajak yg dirumuskan melalui beberapa gelintir
kata-kata adalah puncak, pucuk, dan
mercu. Ia merupakan narasi besar dan panjang yang dimampatkan melalui DNA-nya,
yaitu kata.
Komentar
Posting Komentar