Sejak 2017 Bill Gates telah mendonasikan semua sahamnya di Microsoft yang telah menjadikannya orang terkaya di dunia, bergantian dengan bos Amazon, Jeff Bezos. Gates menyisakan satu persen saja untuk dirinya. Satu persen saham Microsoft, yang konon total nilai pasarnya mencapai USD1 triliun, sama dengan Rp138,5 triliun. Cukup untuk membeli delapan skuadron pesawat F-16 blok 52 untuk menakut-nakuti Cina di Natuna.
Gates dan beberapa orang superkaya di Amerika seperti tengah mengalami "aufklärung" dan tersadar bahwa sistem kapitalis telah menempatkan mereka di posisi yang sangat tinggi dan tak seharusnya. Terlalu tinggi untuk dijangkau pajak. Sistem itu membuat mereka semakin kaya, sehingga jarak antara kaumnya dengan para pekerja seperti jarak antara pucuk antena satelit dengan dasar sumur.
Kompas.money.com pada 4 Januari 2020 lalu, mengutip curhatan Gates: "Sebagai pengusaha kita harus memberikan saham kepada setiap orang yang bekerja untuk kita. Titik. Tidak ada pengecualian, karena hanya dengan cara itulah setiap orang akan mendapatkan segala jenis penghargaan ekuitas". Alhamdulilah, Gates telah mempraktikkan ucapannya.
Gates, Buffet, Curan dan banyak lagi para pengusaha superkaya mengimbau agar share yang mereka peroleh dapat dinikmati juga oleh orang-orang yang bekerja untuk mereka. Para pekerja seharusnya ikut menjadi pemilik perusahaan melalui saham, sehingga dapat menikmati keuntungan selain dari gaji yang telah dipajaki.
Objek pajak seharusnya tidak hanya pada pekerjaan yang bergaji tapi juga pada capital gain atau laba dari saham. Laba saham dapat memiliki keuntungan yang berpuluh kali lipat besarnya dari gaji, sedangkan pajaknya hanya secuil, itu pun saat penjualan saham saja. Secuil itu, di Indonesia besarnya 0,01 persen. Keuntungan saham itu, yang nyaris tak dipajaki, dinikmati oleh para orang superkaya.
Kembali ke pemerataan kesejahteraan seperti disarankan Gates, perusahaan infrastruktur ICT dan gawai-pintar raksasa Cina, Huawei, telah melakukannya sejak awal. Saham Huawei dimiliki oleh para pekerjanya. Tak ada yang bisa memiliki saham perusahaan tanpa bekerja di sana. Tahun 2018 lalu saja Huawei membagikan keuntungan sahamnya ke 96,768 karyawan. Termasuk kepada Ren Zheingfei, si pendiri Huawei, yang hanya memiliki 1.14% saham perusahaan.
Sebenarnya apa yang dilakukan Gates dan Ren telah digagas oleh Bung Hatta sejak dulu melalui koperasi. Koperasi adalah bentuk ekonomi kerakyatan yang berbasis keadilan sosial. Bahasa kerennya adalah ekonomi Pancasila. Sila terakhir sebagai dasarnya. Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945: "kemakmuran dan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia".
Sistem ekonomi Pancasila berdasarkan pada semangat gotong royong yang menjadi dasar kemakmuran melalui keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Ada tiga pilar sistem ekonomi Bung Hatta yang oleh analis politik Kevin O'Rourke disebut Hattanomic: penguasaan aset oleh negara, kontrol terhadap swasta, dan ekonomi kerakyatan. Musuh utama ekonomi kerakyatan adalah kontrol yang lemah terhadap swasta, sehingga swasta menguasai lumbung-lumbung ekonomi dan hajat hidup orang banyak.
Rumah makan Padang telah menerapkan praktik seperti Huawei itu sejak dulu. Sejak zaman komunikasi masih pakai kentongan. Selain gaji, karyawan rumah makan Padang mendapat share berdasarkan bagi hasil setiap, umumnya, 100 hari. Share itu bernama "mato". Laba bersih setelah dikurangi zakat, dibagi dalam 100 mato. Keseratus mato itu yang menjadi deviden para karyawan dan pemilik.
Hak mato setiap karyawan dan pemilik tergantung pada kepelikan kerja dan tanggung jawab masing-masing. Misalnya, tukang masak mendapat pembagian lebih besar dari tukang cebok (cuci piring) karena tanggung jawab terhadap masakan berikut cita rasanya adalah urat nadi rumah makan. Tukang masak mendapat lima sampai 10 mato, misalkan, sedangkan tukang cuci piring kebagian sebiji mato.
Contoh konkretnya begini: misalnya, rumah makan Padang Goyang Sambalado mendapat laba bersih dalam 100 hari sebesar Rp100 juta. Laba itu dibagi dalam 100 mato, sehingga per mato bernilai satu juta rupiah. Nah, si koki akan mendapatkan bagi hasil sebesar Rp10 juta (10 mato x Rp1.000.000), sedangkan si pencuci piring Rp1.000.000, (1 mato x Rp1.000.000).
Jadi, selain ide, contoh praktik baiknya juga telah ada di kita. Tinggal kemauan kita yang diamini oleh pengusaha dan didorong oleh pemerintah saja. Semoga. (AD)
Komentar
Posting Komentar