Langsung ke konten utama

Orwellian Berseragam Abu-Abu





Pas keluar dari sesaknya bus Transjakarta Senin pagi lalu (3/1) mataku terpancang pada tangan anak muda yang berjalan di samping. "Ekstensi" tangannya menarik karena tak biasa. Bukan gadget elektronik, ekstensi tangan populer anak muda kini. Di genggaman tangan kiri anak muda itu melekat buku tebal berbahasa Inggris.



Di punggung buku sangat jelas terpajan: WHY NATIONS FAIL. Buku non-fiksi terkenal tentang politik-ekonomi hasil duet profesor ekonomi MIT, Daron Acemoglo dengan ilmuwan ekonomi Harvard, James A. Robinson. Gawai tak biasa, dengan tema yang lebih tak biasa lagi di tangan "bocah" berseragam putih abu-abu.




Gawai di tangan anak muda berkacamata itu kelas tinggi. Itu layaknya bacaan pemimpin negara kayak Presiden Joko Widodo. Namun si bocah telah menentengnya ke mana-mana menemani waktu luangnya. Jangan dulu dibandingkan dengan kawan sebanyanya yang masih keranjingan mengeja permainan daring PUBG atau Freefire, saya saja waktu seumuran itu masih baca Wiro Sableng 212 atau komik Mandala Siluman Sungai Ular he he...



Kami sempat mengobrol singkat sambil berjalan keluar halte bus TransJakarta. Aku tambah ternganga waktu tahu buku sebelumnya yang telah tuntas dibacanya. Buku fiksi berjudul angka semua: 1984. Novel fiksi distopia karya George Orwell yang terkenal itu. Buku itu tentang cerita negara yang menyadap semua gerak, ucapan, sampai pikiran warganya. Buku jadul yang meledak berkali-kali, terbitan 1949!




Buku itu sejatinya mengkritisi pemerintahan Uni Soviet yang otoriter. Cerita Orwell di bukunya: negara sangat menetukan segalanya, bahkan pikiran rakyatnya. Negara juga selalu memberitakan kemenangan pasukan militer, kestabilan ekonomi, dan taraf hidup masyarakat yang tambah baik. Padahal pada kenyataannya ekonomi ambruk, taraf hidup masyarakat menurun drastis, dan pasukan militer hampir selalu kalah.



Konon aksi China mengawasi setiap gerak-gerik semilyar lebih rakyatnya dengan 170 juta CCTV (satu CCTV utk 12 orang) terinspirasi dari ide Big Brother is Watching You di buku Orwell tersebut. Buku klasik itu beberapa kali diterbitkan ulang karena prediksinya terhadap apa yang terjadi saat ini mendekati kenyataan. Bentang Pustaka juga ikut menerbitkan versi terjemahan Indonesianya.


Banyak hal, sepertinya, yang menggugah si bocah membaca buku 1984. Pertama, tentu saja ketika China mempraktikkan ide Big Brother. Lalu, waktu petugas Gedung Putih merevisi klaimnya tentang jumlah hadirin yang menyejarah pada pelantikan Trump. Itu fakta alternatif (alternative fact), kilah anak buah Trump itu saat dimintai bukti. Alternative fact dipercaya variasi dari istilah double think Orwell di 1984. Untuk konteks Indonesia, Rocky Gerung pernah mengomentari UU ITE pascarevisi. UU ITE mengandung semangat Orwellian, katanya.



Orwellian, ternyata, tak hanya paguyuban penyuka dan pendukung gagasan Orwell dalam novel fiktifnya macam paguyuban Udin Sedunia, tetapi lebih rumit lagi. Orwellian juga mengacu pada orang, kelompok, atau keadaan yang memiliki kemiripan atau kecenderungan sama dengan cerita novel 1984: diatopia. Lawan dari utopia.



Karya George Orwell menginspirasi juga terbitnya penghargaan terhadap jurnalis yang berhasil menulis berita tentang politik seindah tulisan tentang karya seni. Tujuannya agar orang tak muak membaca berita politik. Sehingga masyarakat tetap tahu dan peduli untuk selalu mengikuti perkembangan politik. Nama penghargaan itu Orwell Prize. 




Kembali ke anak muda keren kita tadi. Sikap anak muda itu akan membuatnya kebal terhadap hoaks. Dia termasuk tipe penelisik kebenaran sampai ke akarnya. Rasa ingin tahu membimbingnya melewati pintu salin dan rekat (copy and paste) dan membawanya terus masuk jauh ke dalam rahim sumber primer seperti bukunya George Orwell itu. Sehingga informasi yang diketahuinya selalu A1.



Jadi, masa kita yang punya atasan uban-uban kalah sama bocah yang bawahannya abu-abu he he

Komentar

Gerbong paling laku

Dialek, bahasa Madura, Bangkalan, Suramadu

Jembatan Suramadu setelah matahari tenggelam Variasi Bahasa Madura di Kabupaten Bangkalan 1. Latar Belakang Bangkalan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang secara geografis berada di bagian paling barat dari pulau Madura. Letak Bangkalan yang berada di ujung Pulau Madura sangat menguntungkan karena berdekatan dengan Kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan di Jawa Timur. Sealain itu, kabupaten ini juga merupakan pintu gerbang pulau Madura baik darat maupun laut. Pembangunan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) yang menghubungkan jalur darat antara Surabaya dan Bangkalan serta pelabuhan laut internasional dan terminal peti kemas Kamal sangat berdampak positif bagi kemajuan kabupaten Bangkalan. Hal tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi, interaksi, dan mobilisasi masyarakat kabupaten Bangkalan menjadi lebih tinggi dari kabupaten lain. Bangkalan merupakan kabupaten yang paling banyak mendapat ‘berkah’ dari keberadaan jembatan Suramadu dan pelabuhan Kamal.

Hotel California Effect

Foto sampul album Hotel California Istilah tercipta dan diciptakan dengan berbagai cara. Ada yang konsepnya muncul dulu , lalu dicarikan cangkangnya. Atau sebaliknya, ada cangkang, kemudian, dicarikan jodoh konsepnya atau situasi yg tengah berlangsung. Alasan "perjodohan" pun macam-macam, yang paling sering karena kesamaan. Istilah genosida, contohnya, adalah konsep yang mencari cangkang. Ceritanya seorang pengacara Yahudi berkebangsaan Polandia yang menciptakannya tahun 1944. Dia memadukan kata Yunani geno s (ras, suku) dengan kata Latin cide (pembunuhan) untuk mewadahi konsep pembunuhan sistemis terhadap orang-orang Yahudi oleh Nazi. Jadilah genocide . Bahasa Indonesia menyerapnya menjadi genosida. B isa juga karena kemiripan. Contoh yang paling mudah adalah istilah cakar ayam yang digunakan di ranah konstruksi bangunan. Tersebut salah seorang pejabat PLN Ir. Sedyatmo, yg namanya diabadikan menjadi nama salah satu ruas tol, sebagai penemunya. Pak Sedyatmo

Istanbul Universitesi

Pintu gerbang kampus Hal pertama yg dilakukan Sultan Ahmed Alfatih setelah menaklukkan Konstanstinopel, Juni 1453 adalah membangun rumah sakit dan sekolah.Rumah sakit untuk mengobati pasukannya dan pasukan musuh yang terluka. Sekolah untuk membangun negara. Kesehatan dan pendidikan   rupanya merupakan bisnis utama beliau. Medresa yang beliau bangun pada tahun yang sama dengan penaklukan Konstatinopel itu lalu berkembang menjadi universitas. Universitas tersebut bernama İstambul Üniversitesi atau Universitas Istanbul. Pada logo kampus itu tertera tahun 1453. Hanya berjarak beberapa saat saja setelah beliau menjatuhkan Konstatinopel. Logo kampus yang bertahun berdiri 1453 Pintu masuk kampus adalah ikon universitas. Gerbang itu mirip Barndenburg di Berlin tetapi lebih tua lagi. Bangunan menyerupai gerbang benteng itu adalah bangunan bersejarah sejak zaman Romawi yg dulu bernama Forum Tauri yang dibangun oleh Raja Constantine I. Kemudian, oleh Raja Theodosis I dibangun ke