Bisa dihitung berapa kali saya tak tertidur saat mendengarkan khatib Jumat berkhutbah. Tadi salah satunya. Pun hujan yang deras tak berhasil merayu mata saya. Hangatnya karpet tebal juga angkat tangan meninabobokkan saya. Apa hal? Khatibnya!
Bisa dihitung dengan sebelah tangan berapa kali saya mendatangi khatib atau penceramah setelah khutbah. Mengunjungi karena tertarik dengan isi khutbahnya. Siang tadi salah satunya. Khatib yang ternyata ketua MUI Jakarta itu luar biasa: tidak bahasanya, tidak temanya, tidak sistematika khutbahnya, tidak intonasinya. Saya beri nilai 4.5 dari skala 1--5.
Bisa dihitung juga berapa jumlah ustaz yang ceramahnya seperti membuka tabir dan membuat kepala menjadi ringan. Tanda tanya besar yang menggelayuti kepala seperti jatuh dan pecah berkeping-keping. Kita pulang seperti orang habis menonton aksi sulap David Copperfield, bahkan lebih. Rasanya ingin menceritakan ceramah tadi pada siapa saja. Coret-coretan ini salah satu caranya.
Khatib tadi membuka khutbahnya dengan doa yang bagus dan fasih. Puja-puji kepada Allah dan Baginda Rasul dilantunkan dengan diksi yang agak tak biasa. Frasa "selawat bertangkai salam"-beliau menegakkan kepala saya. Pilihan kata dan diksi yang kaya dan steril dari dialek mengaburkan asal beliau, dari Sumatra, Kalimantan, atau Jawa. Saya hampir tak percaya kalau beliau dari Betawi, seperti akunya.
Tema khutbah beliau adalah umat dan ajaran yang moderat. Rasulullah, kata beliau, diutus kepada seluruh umat manusia yang bermacam ragam ras, adat-istiadat, kebiasaan, bahasa. Pendeknya, budaya yang sangat majemuk. Untuk dapat masuk kepada manusia yang majemuk tadi ajaran yang beliau bawa harus moderat atau wasathan, bahasa Alqur'an. Tak boleh terlalu condong ke ujung kiri atau terlalu jauh ke kutub kanan: radikal atau liberal.
Ada dua patokan untuk mengukur moderasi paham, kebiasaan, atau ikutan. Pertama, berdasarkan pada Alqur'an, hadis, dan pendapat jumhur ulama. Muslim Maroko, contohnya, yang memelihara dan tak mengharamkan anjing, tidak salah. Imam Maliki, anutan Mazhab orang Tunisia dan sekitarnya, tidak mengharamkannya. Walaupun jilatan anjing tetap harus dibasuh tujuh kali. Pembasuhan itu sebagai ibadah karena suruhan Allah bukan karena anjing haram.
Pemahaman muslim Maroko di atas bukan liberal tidak juga radikal karena ada dasar naqli dan aqlinya. Ada dasar dari Alqur'an atau hadis dan ada alasan logisnya. Pendapat tadi masuk ke dalam kasus khusus atau lex specialis. Pendapat yang keluar dari koteks Alqur'an, hadis, dan ijmak ulama-lah yang harus dilihat sebagai bentuk yang radikal atau liberal. Penghalalan zina atau pembunuhan sesama manusia atau muslim tanpa alasan yang tak sesuai dan bertentangan dengan teks Alqur'an dan hadis adalah hal yang semestinya diberi tanda keras sebagai radikal atau liberal. Menafsirkan teks tanpa dasar dan bertentangan dengan tema sebenarnya adalah haram dan sesat (dhalal).
Kedua, dalam hal tauhid dan ibadah wajib (mahdhah) tidak ada toleransi: lakum diynukum waliy yadiin, kata Alqur'an. Prinsip itu kekal selama bumi terkembang. Dalam pergaulan (muamalah) kemanusiaan, toleransi wajib. Tiada perbedaan agama, suku, atau kelompok yang dapat membatasi dan menghalangi. Rasul kerap memberi teladan dan berkali-kali mengancam orang yang menciderai prinsip itu. Toleransi tersebut juga berlaku sampai kiamat.
Bagaimana dengan salam lintas agama? Khatib tadi memberi rambu-rambu: jangan memaksakan kalau memang tidak perlu atau tidak harus. Misalnya, seorang muslim yang menjadi pejabat atau anggota dewan, lalu, harus meresmikan wihara atau geraja. Dia boleh menyampaikan salam lintas agama. Dia harus menjaga muamalah dan menunaikan hak konstituen, rakyatnya, atau sumpah jabatannya. Ini ranah muamalah. Ini yang dilakukan walikota London, Sadiq Khan yang muslim dan mendapat tempat di hati the londoners, rakyatnya.
Khutbah Jumat yang mencerahkan itu ditutup khatib dengan peringatan: jangan melabeli atau menuduh saudara muslim dengan tuduhan yang menyakiti hanya karena aliansi atau paham politik. Tuduhan itu akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah dan umat muslim semuanya. Jadi, jangan -jangan justru tulisan dan ujaran yang menuduh itu yang memerosokkan kita dalam salah satu dari dua lobang: radikal atau liberal. Allahualam (AD)
Masjid Albina, kompleks GBK, Senayan
Komentar
Posting Komentar