Langsung ke konten utama

Queue

"The U.K. is going to be at the back of the queue", kata Presiden Obama di hadapan Perdana Menteri David Cameron tentang isu Brexit April 2016 lalu. Obama menggunakan kata "queue" yang biasa digunakan orang Inggris alih-alih  "line ", sinonimnya yang biasa digunakan orang Amerika.


Kecurigaan merebak. Ada yang menduga teks pidato Obama itu dibikinkan orang Inggris anti-Brexit. Bahkan, yang menuduh Obama telah menjadi antek kelompok itu juga ada. Gegara kata "queue" belaka.

Kata "queue" /kyü/ itu memang istimewa, sekurang-kurangnya untuk saya dan dua ratusan remaja usia 12--17 tahun yang baru tumbuh sayap yang diterbangkan dari antah-berantah. Istimewa, karena itu kata pertama yang harus kami pantulkan kembali berulang-ulang setelah diteriakkan ke telinga kami masing-masing pada pagi buta pertama 33 tahun lalu.

Kata itu  berpasangan dengan kata  Arab: thabur /طا بور/. Duo kata itu untuk sebagian kami, mungkin sebagian besar, adalah baru: kata, arti, bahkan konsepnya. Kalau pun tak baru, minimal baru pada praktiknya. Bahasa Indonesia pasangan kata itu adalah "antre" bukan antri, apalagi "andri".

Saya kemudian tahu bahwa kata "queue" dan konsepnya menjadi dasar rotasi segenap kegiatan kami di tempat yang luasnya hanya tujuh hektar tetapi dihuni oleh 2.000 kepala lebih. Antre mendasari segalanya mulai dari berwudu, ke kamar mandi, makan, minum, bahkan dihukum.

Tak aneh kalau ada deretan panjang orang yang antre menunggu dihukum, seperti dijewer atau digaploki. Di antara sekian macam antre, antre di dapur umum dengan membawa piring kosong adalah antre favorit. Worth queueing-lah. Bagaimana tidak: antre lapar, selesai antre kenyang.

Sejatinya kehidupan ini juga kumpulan dari entrean ke antrean berikut. Mulai dari memesan gedung pernikahan, akad nikah, anak-anak lahir. Ada yang langsung lahir dua, empat, bahkan enam, memang, tetapi tetap saja proses mengeluarkannya tak sekaligus. Itulah kenapa orang kembar juga mengenal kakak atau adik, meskipun jedanya hanya hitungan menit.

Setelah antre lahir, antre lagi ke dokter, antre sekolah, antre di perjalanan ke sekolah, antre dipanggil wawancara kerja, antre isi bbm di jalan ke kantor. Ibu-ibu juga antre belanja bumbu dapur dan bumbu tadi juga antre masuk kuali. Tulisan ini pun antre untuk sampai terwujud.

Tak hanya hidup. Mati juga rangkaian dari antrean.  Tahun ini, dari dua ratus kawan yang ikut berteriak /kyü/ pagi buta itu, empat orang pengantre yang "beruntung" telah mendapatkan tiket dan dipanggil. Tak ia memandang bulu, semua yang dipanggil pasti pergi dan tak akan pernah kembali lagi.

Tak seperti antrean kami dulu yg masih bisa dinakali. Tak ada tasyreh yang sakti, tak ada pula mudif yang mangkus menegahnya. Sekali tengko (teng komando) diteriakkan, sekumpulan orang menjerit kehilangan. Jeritan kehilangan pun antre diteriakkan.

Antre ini menggunakan nomor cabut, bukan nomor urut, kata salah seorang kawan. Tak ia pandang bulu. Dalam kumpulan 12 bulan ini ada Muhammad Asy'ari plt Kepala KUA Parung Panjang, ada Zulkifli yg kantor pengacara Zulkifli and Associates-nya masih berdiri di salah satu gedung megah di bilangan HR Rasuna Said.

September lalu ada Abdul Rasyid Muslim, yang ribuan santrinya tergugu menangisi kepergiannya. Pukul 21-an malam tadi (10/11/19) ada Muhammad Monib. Salah satu tokoh Negeri Lima Menara di novel A. Fuadi yang menjadi politisi itu.

Duhai kawan, yang teriakan "queue" dan "thabur"-mu masih terngiang. Masih lekat di mata corak sarung yang kau pakai kala itu. Entah siapa di antara kami yang berdiri tepat di belakangmu. Entah panggilan seperti apa yang akan menjadi nasib dan suratan kami.

Apakah piring yang kami bawa sarat dengan kebaikan entah penuh dengan keburukan. Entahlah. Yang pasti kami panjatkan lagi untukmu dan untuk kami, doa yang kita aminkan bersama sebelum meneriakkan "queue" mulai pagi buta itu: Tuhan, anugerahi kami kebaikan di dunia dan akhirat serta jauhkan kami dari siksa neraka. Amin (AD)

Komentar

Gerbong paling laku

Dialek, bahasa Madura, Bangkalan, Suramadu

Jembatan Suramadu setelah matahari tenggelam Variasi Bahasa Madura di Kabupaten Bangkalan 1. Latar Belakang Bangkalan merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang secara geografis berada di bagian paling barat dari pulau Madura. Letak Bangkalan yang berada di ujung Pulau Madura sangat menguntungkan karena berdekatan dengan Kota Surabaya yang merupakan pusat perdagangan di Jawa Timur. Sealain itu, kabupaten ini juga merupakan pintu gerbang pulau Madura baik darat maupun laut. Pembangunan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) yang menghubungkan jalur darat antara Surabaya dan Bangkalan serta pelabuhan laut internasional dan terminal peti kemas Kamal sangat berdampak positif bagi kemajuan kabupaten Bangkalan. Hal tersebut menyebabkan aktivitas ekonomi, interaksi, dan mobilisasi masyarakat kabupaten Bangkalan menjadi lebih tinggi dari kabupaten lain. Bangkalan merupakan kabupaten yang paling banyak mendapat ‘berkah’ dari keberadaan jembatan Suramadu dan pelabuhan Kamal. ...

Hotel California Effect

Foto sampul album Hotel California Istilah tercipta dan diciptakan dengan berbagai cara. Ada yang konsepnya muncul dulu , lalu dicarikan cangkangnya. Atau sebaliknya, ada cangkang, kemudian, dicarikan jodoh konsepnya atau situasi yg tengah berlangsung. Alasan "perjodohan" pun macam-macam, yang paling sering karena kesamaan. Istilah genosida, contohnya, adalah konsep yang mencari cangkang. Ceritanya seorang pengacara Yahudi berkebangsaan Polandia yang menciptakannya tahun 1944. Dia memadukan kata Yunani geno s (ras, suku) dengan kata Latin cide (pembunuhan) untuk mewadahi konsep pembunuhan sistemis terhadap orang-orang Yahudi oleh Nazi. Jadilah genocide . Bahasa Indonesia menyerapnya menjadi genosida. B isa juga karena kemiripan. Contoh yang paling mudah adalah istilah cakar ayam yang digunakan di ranah konstruksi bangunan. Tersebut salah seorang pejabat PLN Ir. Sedyatmo, yg namanya diabadikan menjadi nama salah satu ruas tol, sebagai penemunya. Pak Sedyatmo ...

Jip Banci

Penghuni tetap pertama garasi rumah kami adalah mobil jip banci putih.  Disebut banci karena jip jenis Daihatsu Taft Hiline GTS F69 pabrikan 1994 itu bergardan tunggal, bukan mobil 4 WD  atau mobil 4x4 yg bergardan ganda, pelahap semua medan. Kami anggap penghuni tetap karena garasi sederhana kami acap menjadi kandang dadakan mobil mertua yg sering kami pinjam karena berbagai alasan. Jip banci putih kami itu tua tapi irit solar, AC-nya dingin, dan biaya perawatannya jimat. Tenaganya? jangan ditanya. Buangan galian pasir dari danau buatan yang menggunung di sebelah rumah dilahapnya tanpa harus mengoper ke gigi rendah. Plat dua angkanya seperti menambah berlian di atas mahkota saja. Kapasitas volume silendernya yang 2.800 dan  ban Savero MT/AT yang melingkari velk ring 15-nya membuat daya cengkeram mobil semakin mantap. Apalagi di jalan o ffroad , doi seperti pulang kampung aja. Ban stip yang menangkring di punggung menambah macho  si Putih, demikian kami me...